Pada intinya, penerapan sistem manajemen apapun sama. Dimulai dari komitmen top level manajemen, perencanaan, penerapan, pemeriksaan sampai pada tindak lanjut. Bedanya tentu pada fokus. Untuk sistem manajemen HSE/K3, fokusnya adalah keselamatan dan kesehatan kerja, lengkap dengan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari persyaratan-persyaratan yang terkandung dalam OHSAS-18001. Ada 24 tahapan penerapan mengenai sistem manajemen OHSAS-18001 :
1. Membuat kebijakan K3
Tiga
komitmen yang harus ada dalam kebijakan K3 dalam OHSAS-18001 adalah komitmen
untuk mencegah cidera dan gangguan kesehatan, peningkatan berkelanjutan dan
mencapai kesesuaian dengan persyaratan yang berlaku terkait K3. Tentu,
kebijakan harus sesuai dengan sifat dan skala resiko keselamatan dan kesehatan
kerja di organisasi yang tentu berbeda-beda.
2.
Membentuk team
Ada
banyak pekerjaan dalam pengembangan sistem manajemen keselamatan yang perlu
dilakukan bersama-sama. Misalnya, dalam mengidentifikasi proses-proses yang
dilakukan organisasi, dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi resiko bahaya,
menentukan pengendalian dan sebagainya. Aktifitas-aktifitas tersebut
membutuhkan pengetahuan dan pertimbangan dari beberapa pihak. Itulah perlunya
team. Anggota team paling tidak merepresentasikan semua fungsi dalam
organisasi, perwakilan pihak manajemen dan juga perwakilan dari karyawan . Baik
sekali bila juga melibatkan serikat pekerja.
3.
Pelatihan dasar
Pelatihan
dasar perlu diberikan pada team untuk membekali mereka dalam tugas-tugas
selanjutnya terkait pengembangan sistem manajemen K3. Paling tidak, team harus
dibekali dengan pemahaman yang baik tentang persyaratan-persyaratan yang
terkandung dalam OHSAS-18001, metoda-metoda dalam identifikasi dan penilaian
resiko bahaya, aspek-aspek keselamatan yang relevan dengan aktifitas organisasi.
4.
Mengidentifikasi dan menilai resiko bahaya
Bahaya
keselamatan bisa datang dari berbagai aktifitas yang dilakukan organisasi,
penggunaan peralatan, ataupun elemen-elemen yang datang dari luar organisasi.
Semuanya harus dinilai untuk menentukan tingkat resikonya terhadap pekerja.
Tahap
pertama adalah identifikasi bahaya. Untuk organisasi yang sudah menerapkan
ISO-9001 dan/atau 14001, akan lebih mudah bila identifikasi bahaya dilakukan
dengan melihat proses-proses yang dilakukan. Ini tentunya ada dalam manual
mutu. Hanya langkah awal, untuk selanjutnya akan ada pengembangan-pengembangan
karena biasanya tidak semua proses dalam organisasi dicantumkan dalam manual
mutu. Selanjutnya, masih dalam tahap identifikasi bahaya, perlu dilakukan
penggalian secara lebih mendalam dari proses-proses, bisa dengan aktifitas
semacam safety tour, melihat proses dari dekat: alat yang digunakan, bagaimana
melakukan, dalam kondisi apa dilakukan dan sebagainya. Selain itu, perlu juga
dilihat catatan-catatan kecelakaan yang pernah terjadi, catatan-catatan nyaris
celaka (near miss) dan masukan-masukan dari karyawan terkait.
Tahap
kedua, setelah berbagai bahaya teridentifikasi, dilakukan penilaian resiko dari
setiap bahaya. Cara yang paling sederhana adalah memberi skala kuantitatif
untuk 2 parameter: tingkat bahaya (severity): dari 'tidak mengakibatkan
apa-apa' sampai 'mengancam hilangnya nyawa' dan tingkat kemungkinan
(probability): dari 'tidak mungkin terjadi' sampai 'hampir pasti terjadi'.
Kedua parameter tersebut lalu dikalikan untuk membentuk angka resiko. Gambar
berikut adalah contoh form untuk penilaian resiko bahaya.
Metoda-metoda
lain yang dapat digunakan dalam menilai resiko suatu bahaya:
- What-if Analysis
- HAZOP (Hazard and Operability Study)
- FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
- FTA (Fault Tree Analysis)
- ETA (Event Tree Analysis
- dan sebagainya.
5.
Menetapkan pengendalian operasional.
Setelah
mengetahui tingkat resiko dari setiap bahaya yang teridentifikasi, selanjutnya
adalah menetapkan bagaimana cara pengendalian resiko.Tentu, prioritas harus
diberikan kepada bahaya dengan tingkat resiko tinggi. Itulah gunalah penilaian
resiko: menentukan prioritas. Sejauh memungkinkan, cara pengendalian yang harus
dipilih adalah menghilangkan resiko. Pilihan terakhir adalah penggunaan
peralatan-peralatan pengaman. Perlu diingat bahwa pilihan 'menghilangkan
resiko' selalu terkait dengan perubahan suatu aktifitas, entah cara kerja,
entah disain mesin / peralatan, entah material. Pilihan ini tentu wajib
melibatkan pihak-pihak yang berkompeten dalam perancangan proses.
6.
Menetapkan dan menerapkan prosedur untuk mengidentifikasi
persyaratan-persyaratan K3
Pertama
organisasi harus menentukan cara bagaimana mengakses/memperolah
persyaratan-persyaratan legal terkait K3. Kedua organisasi harus memilah mana
persyaratan-persyaratan yang harus diberlakukan. Ada puluhan persyaratan K3
yang dikeluarkan pemerintah, dari yang bersifat umum untuk semua organisasi
sampai yang membahas suatu pekerjaan dan hal-hal yang spesifik yang relevan
hanya bila organisasi mempunyai suatu aktifitas tertentu saja.
7.
Menetapkan sasaran dan program
Dasar
dari penetapan sasaran adalah persyaratan-persyaratan K3 yang berlaku dan
tingkat resiko dari bahaya yang ada. Sasaran kinerja bisa terkait
lagging indicator (hasil akhir yang ingin dicapai) seperti penurunan
tingkat kecelakaan karena bahan kimia, penurunan tingkat kecelakaan dalam
proses produksi, Penurunan tingkat kecelakaan terkait listrik dan sebagainya,
bisa juga terkait leading indicator, yaitu apa yang membuat suatu lagging
indicator menurun seperti peningkatan kompetensi K3 karyawan, kesesuaian
pemeliharaan peralatan listrik dengan jadwal dan sebagainya.
Program
adalah rencana kerja untuk mencapai sasaran mencakup apa harus dilakukan, siapa
yang melakukan, kapan harus dilakukan dan diselesaikan. Program harus ditinjau
secara berkala.
8.
Menyediakan infrastruktur dan teknologi yang diperlukan
untuk penerapan sistem manajemen K3.
Fokus
tentu saja harus diberikan pada sumber daya yang diperlukan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan, berdasarkan tingkat resiko bahaya yang ada.
Masalah keselamatan adalah tanggung jawab semua pihak. Top level management memberikan komitem dan sumber daya, tetapi yang menjalan sistem adalah karyawan di semua tingkatan. Tanggung jawab dan wewenang diperlukan agar setiap fungsi memahami dengan jelas apa yang menjadi tanggung jawabnya terkait dengan K3.
Masalah keselamatan adalah tanggung jawab semua pihak. Top level management memberikan komitem dan sumber daya, tetapi yang menjalan sistem adalah karyawan di semua tingkatan. Tanggung jawab dan wewenang diperlukan agar setiap fungsi memahami dengan jelas apa yang menjadi tanggung jawabnya terkait dengan K3.
Contoh
tanggung jawab terkait K3:
Manager
:
- Mengorganisasikan pekerjaan di departemennya dan menjamin pekerjaan dilakukan dengan cara yang aman
- Berkonsultasi dengan karyawan terkait masalah-masalah K3
- Memeriksa dan menyetujui aturan-aturan terkait K3
- Merencanakan peralatan yang dibutuhkan untuk menjamin keselamatan kerja
- Menjadi anggota dalam komite K3
- Memimpin dengan memberi contoh
9.
Menunjuk Management Representative
Tugas
utama MR dalam sistem manajemen K3 sama saja dengan MR di sistem manajemen mutu
maupun lingkungan: menjamin sistem diterapkan dan diperlihara dan melaporkan
kinerja sistem kepada pihak menajemen. Tambahan yang menarik dalam OHSAS-18001
adalah bahwa identifitas dari MR ini harus tersedia bagi semua orang yang
berkerja dibawah kontrol organisasi. Tentu persyaratan ini ada maksudnya, misalnya:
Bila ada suatu masalah mendesak dan keterlibatan seseorang yang dapat mengambil
suatu keputusan, maka setiap orang tahu siapa orang yang harus dihubungi.
10. Mengembangkan
kompetensi yang diperlukan personil, baik lewat pelatihan ataupun cara lain
Kompetensi apa yang dibutuhkan?
- Pengetahuan dasar tentang sistem manajemen K3, khususnya untuk team yang merancang sistem.
- Pengetahuan dan skill untuk mengidentifikasi dan menilai resiko dari bahaya, untuk team yang bertanggung jawab untuk melakukan pekerjaan ini.
- Pengetahuan tentang aspek-aspek keselamatan yang spesifik yang sesuai dengan aktifitas yang ada dalam organisasi. Misalanya, aktifitas yang melibatkan bahan-bahan berbahaya dan beracun, aktifitas transportasi, aktifitas di ketinggian (umumnya untuk organisasi jasa konstruksi) dan banyak lagi lainnya aktifitas yang spesifik.
- Pengetahuan dan skill untuk melakukan pekerjaan yang mempunyai resiko bahaya, sesuai dengan prosedur atau kontrol operasional yang ditetapkan, untuk personil yang melakukan pekerjaan tersebut.
- Pengetahuan dan skill untuk penanggulangan kondisi darurat
- Pengetahuan tentang persyaratan-persyaratan K3 yang berlaku, untuk satu atau beberapa orang yang bertanggung jawab untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan-persyaratan tersebut.
11. Menetapkan
dan menerapkan prosedur untuk mengembangkan kesadaran K3
Persyaratan
ini similar dengan ISO-14001 (terkait prosedur pengembangan kesadaran
lingkungan). Dalam ISO-9001 juga ada persyaratan demikian tetapi tidak
mencantumkan kebutuhan adanya prosedur.
Membangun
kesadaran selalu penting tapi bukanlah pekerjaan yang mudah. Membangun
kesadaran berarti merubah apa yang ada dalam kepala orang. Tadinya orang
percaya bahwa A adalah benar, kita ingin agar kepercayaannya berubah: B lah
yang benar. Atau, tadinya orang tidak terlalu percaya bahwa B adalah penting,
kita ingin mereka percaya bahwa B benar-benar penting. Kepercayaan atau belief
inilah yang akhirnya akan melahirkan kecenderungan perilaku.
Bukanlah pekerjaan yang mudah untuk membangun kesadaran dan sebetulnya tidak dapat dicakup dalam sebuah prosedur. Yang bisa dilakukan oleh organisasi adalah menentukan berbagai upaya yang dapat menstimulir berkembangnya kesadaran tentang pentingnya K3. Poster, penyebaran informasi perlu untuk 'mengenalkan' dan mengingatkan. Pelatihan dan briefing-briefing perlu sebagai alat rational persuation. Keterlibatan karyawan dalam beberapa bagian pekerjaan perencanaan aturan juga perlu untuk membangkitkan rasa tanggung jawab yang muncul dari dalam diri sendiri. Dan yang tidak kalah penting, adalah keteladanan. Sangat tidak mungkin bila, misalnya, seorang manajer ingin membangun kepercayaan karyawan akan pentingnya K3 sementara dia sendiri tidak menganggapnya penting.
Bukanlah pekerjaan yang mudah untuk membangun kesadaran dan sebetulnya tidak dapat dicakup dalam sebuah prosedur. Yang bisa dilakukan oleh organisasi adalah menentukan berbagai upaya yang dapat menstimulir berkembangnya kesadaran tentang pentingnya K3. Poster, penyebaran informasi perlu untuk 'mengenalkan' dan mengingatkan. Pelatihan dan briefing-briefing perlu sebagai alat rational persuation. Keterlibatan karyawan dalam beberapa bagian pekerjaan perencanaan aturan juga perlu untuk membangkitkan rasa tanggung jawab yang muncul dari dalam diri sendiri. Dan yang tidak kalah penting, adalah keteladanan. Sangat tidak mungkin bila, misalnya, seorang manajer ingin membangun kepercayaan karyawan akan pentingnya K3 sementara dia sendiri tidak menganggapnya penting.
12. Menetapkan
dan menerapkan prosedur komunikasi internal dan eksternal terkait K3
Persyaratan
ini similar dengan apa yang ada dalam ISO-14001. Organisasi harus menentukan
cara-cara untuk mengkomunikasikan hal-hal terkait K3 ke internal organisasi.
Misalnya, penggunaan bulletion board, atau newsletter untuk menyebarkan
informasi tentang kinerja sistem manajemen K3. Komunikasi dengan pihak
eksternal terkait K3 juga perlu diatur. Misalnya, siapa yang bertanggung jawab
dan bagaimana menginformasikan aturan-aturan terkait K3 kepada kontraktor,
siapa yang mewakili organisasi untuk berhubungan dengan instansi terkait K3,
bagaimana melibatkan masyarakat sekitar dalam penanganan kondisi darurat.
13. Menetapkan
prosedur untuk mengembangkan keterlibatan karyawan dan konsultasi
Disini
saya sengaja mengatakan hanya menetapkan, tanpa tambahan menerapkan karena
sesunggunhyna prosedur ini adalah prosedur yang berisi aturan tambahan untuk
prosedur yang lain: Identifikasi dan penialaian resiko bahaya, perencanaan
kontrol, perencanaan tanggap darurat dan lain-lain yang merupakan proses-proses
inti dari sistem manajemen K3. Dalam prosedur ini harus disebutkan bagaimana
keterlibatan karyawan dibangun. Misalnya, apakah dalam aktifitas-aktifitas
tersebut diatas setiap karyawan yang terlibat langsung dengan pekerjaan yang
mempunyai potensi bahaya diikutsertakan dalam pembahasan (direct involvment),
ataukah hanya perwakilannya saja yang diundang (idirect involvement), apa
peranan dari serikat kerja harus ditentukan dan sebagainya.
Terkait
konsultasi, intinya adalah pihak manajemen perlu berkonsultasi dengan
pihak-pihak karyawan dalam mengambil keputusan-keputusan penting terkait K3.
Tentu yang dimaksud konsultasi disini adalah pertukaran pandangan dan
pertukaran gagasan.
Mengapa OHSAS-18001 memunculkan persyaratan semacam ini? Jawaban yang sederhana adalah karena pihak manajemen cenderung berpikir apa yang baik bagi bisnis sedang karyawan di pihak lain memikirkan dalam tingkat yang lebih banyak aspek-aspek keselamatan dan kesehatan mereka dalam melakukan suatu pekerjaan. Persyaratan tentang keterlibatan dan konsultasi dimaksudkan agar kedua pihak saling memahami kedua kecenderungan tersebut.
Mengapa OHSAS-18001 memunculkan persyaratan semacam ini? Jawaban yang sederhana adalah karena pihak manajemen cenderung berpikir apa yang baik bagi bisnis sedang karyawan di pihak lain memikirkan dalam tingkat yang lebih banyak aspek-aspek keselamatan dan kesehatan mereka dalam melakukan suatu pekerjaan. Persyaratan tentang keterlibatan dan konsultasi dimaksudkan agar kedua pihak saling memahami kedua kecenderungan tersebut.
14. Penyusunan
manual K3.
Sebetulnya
OHSAS-18001 tidak secara eksplisit mensyaratkan adanya manual tetapi dokumen
ini dapat digunakan untuk memuat kebijakan K3, lingkup sistem manajemen K3 dan
juga elemen-elemen inti yang terdapat dalam sistem serta acuannya ke
dokuman-dokumen lain.
15. Menetapkan
dan menerapkan prosedur pengendalian dokumen
Ini
tentu mudah untuk organisasi yang sudah menerapkan ISO-9001 atau standar sistem
manajemen lainnya. Yang diperlukan hanyalah merubah lingkup prosedur
pengendalian dokumen yang sudah ada sehingga mencakup pula dokumen-dokumen yang
diperlukan dalam sistem manajemen K3.
16. Menetapkan
dan menerapkan prosedur untuk mengidentifikasi keadaan darurat.
Proses
ini adalah kelanjutan dari proses identifikasi dan penilaian resiko bahaya.
Bahaya apa saja yang dianggap beresiko dan dapat menimbulkan kondisi darurat?
Dalam mengidentifikasi ini, organisasi juga perlu melihat kondisi yang pernah
terjadi dan juga pengalaman-pengalaman dari organisasi yang similar. Kondisi
darurat apa yang pernah mereka alami yang dapat diambil pelajaran.
17. Menetapkan
dan menguji secara berkala prosedur-prosedur tanggap darurat.
Setelah organisasi mengidentifikasi kondisi darurat apa saya
yang mungkin terjadi, selanjutnya adalah merancang rencana tanggap darurat.
Siapa harus melakukan apa pada saat kondisi darurat terjadi dan bagaimana
melakukannya. Prosedur ini harus disimulasikan secara berkala untuk memelihara
kesiapan setiap personil dalam menghadapi kondisi darurat sekaligus ntuk
menguji apakah prosedur dapat berjalan dengan baik atau tidak, apakah prosedur
perlu diperbaiki atau tidak, apakah perlu adanya perubahan dalam pengaturan
peralatan yang diperlukan atau tidak dan sebagainya.
18. Menetapkan
dan menerapkan prosedur pemantauan dan pengukuran kinerja K3.
What
you can't measure can't be improved. Itu kata pepatah mutu. Berlaku juga
tentunya untuk masalah keselamatan. Organisasi perlu menetapkan apa saja yang
diukur, seberapa sering dan bagaimana cara mengukurnya. Apa yang diukur bisa
bersifat quantitatif, bisa juga qualitatif. Quantitatif misalnya, jumlah
kecelakaan yang terjadi, termasuk near miss, parameter-parameter seperti
tingkat kebisingan, getaran, jumlah pemakaian bahan berbahaya (bila ditentukan
untuk diturunkan) dan sebagainya. Qualitatif misalnya penggunaan
checklist-checklist untuk pemeriksaan kesesuaian dengan aturan K3, kepatuhan
karyawan dalam penggunaan peralatan keselamatan dan sebagainya.
Bila
organisasi menggunakan peralatan tertentu (misalnya mempunyai alat sendiri
untuk mengukur tingkat kebisingan atau peralatan untuk mengukur suatu parameter
variable yang mempengaruhi keselamatan), organisasi harus mengkalibrasi dan memelihara
alat tersebut untuk menjamin kemampuannya dalam mengukur. Ini bisa dimasukkan
dalam prosedur kalibrasi yang biasanya sudah ada dalam sistem manajemen mutu.
19. Menetapkan
dan menerapkan prosedur untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan-persyaratan
terkait K3
Persyaratan
ini similar dengan persyaratan untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan
lingkungan dalam ISO-14001. Tentu, acuan dalam OHSAS-18001 adalah persyaratan
dan perundangan terkait K3.
20. Menetapkan
dan menerapkan prosedur untuk investigasi insiden
Kecelakaan
kerja harus dihindari. Kalaupun terjadi, kecelakaan harus dijadikan pelajaran
yang berharga untuk mengidentifikasi peluang perbaikan.
Apa yang harus diatur dalam investagsi insiden? Beberapa contoh: Siapa yang melakukan investigasi, siapa yang harus diikut sertakan, informasi apa yang harus dikumpulkan (siapa yang menjadi korban, dimana, bagaimana terjadinya kecelakaan, kondisi site sebelum terjadinya kecelakaan), bagaimana mengumpulkan informasi tersebut, prosedur apa yang sudah ada, bagaimana pelaporan harus dilakukan dan sebagainya. Intinya, pengaturan investigasi kecelakaan dibuat agar investigasi kecelakaan dilakukan secara sistematis dan dapat menjadi masukan yang berguna bagi perbaikan sistem.
Apa yang harus diatur dalam investagsi insiden? Beberapa contoh: Siapa yang melakukan investigasi, siapa yang harus diikut sertakan, informasi apa yang harus dikumpulkan (siapa yang menjadi korban, dimana, bagaimana terjadinya kecelakaan, kondisi site sebelum terjadinya kecelakaan), bagaimana mengumpulkan informasi tersebut, prosedur apa yang sudah ada, bagaimana pelaporan harus dilakukan dan sebagainya. Intinya, pengaturan investigasi kecelakaan dibuat agar investigasi kecelakaan dilakukan secara sistematis dan dapat menjadi masukan yang berguna bagi perbaikan sistem.
21. Menetapkan
prosedur tindakan koreksi dan pencegahan
Tahapan yang diperlukan dalam tindakan koreksi dan
pencegahan sama saja, apapun masalahnya, baik terkait mutu, lingkungan ataupun
K3. Yang berbeda tentunya adalah kejadian-kejadian yang men-trigger
diperlukannya tindakan koreksi dan pencegahan: Tahap identifikasi
non-conformities. Prosedur ini dapat disatukan dengan prosedur yang sudah ada
dalam sistem manajemen mutu, dengan pengubahan lingkup dan penambahan dalam
tahap identifikasi masalah. Dalam tindakan koreksi terkait 'nonconformities' di
sistem manajemen K3, salah satu identifikasi masalah adalah terkait dengan
proses investigasi kecelakaan.
22. Menetapkan
dan menerapkan prosedur pengendalian catatan
Prosedur
yang dibutuhkan sama saja dengan prosedur pengendalian catatan dalam ISO-9001.
Organisasi hanya perlu menambah lingkup dari prosedur sehingga juga mencakup
catatan-catatan terkait sistem manajemen K3.
23. Menetapkan
dan menerapkan prosedur audit internal K3
Prinsip-prinsip audit dalam OHSAS-18001 sama dengan ISO-9001
maupun ISO-14001. Organisasi tak perlu lagi membuat prosedur baru, cukup
memperluas lingkup dari prosedur yang sudah ada.
24. Melakukan
tinjauan manajemen
Tinjauan
manajemen dilakukan agar pihak manajemen mengetahui perkembangan dalam sistem
manajemen K3 yang telah dibangun. Pihak manajemen harus tahu hasil audit yang
telah dilakukan, kinerja sistem, kecelakaan-kecelakaan yang terjadi dan
sebagainya. Persyaratan tentang tinjauan manajemen juga similar dengan
persyaratan dengan judul yang sama dalam ISO-9001 dan ISO-14001. Yang menarik
dalam OHSAS-18001 adalah bahwa pihak manajemen juga harus mengetahui
bukti-bukti hasil dari partisipasi dan konsultasi. Ini semacam penegasan bahwa
partisipasi dan konsultasi (pertukaran ide dan gagasan antar karyawan dan pihak
manajemen) penting sekali dalam penerapan sistem manajemen K3.
Sumber : Ir. Iim Ibrohim
Baca Juga :
Baca Juga :
No comments:
Post a Comment