Saturday, 5 September 2015

Penerapan Sistem Manajemen HSE / K3 OHSAS-18001


Sistem Manajemen HSE / K3 OHSAS-18001Pada intinya, penerapan sistem manajemen apapun sama. Dimulai dari komitmen top level manajemen, perencanaan, penerapan, pemeriksaan sampai pada tindak lanjut. Bedanya tentu pada fokus. Untuk sistem manajemen HSE/K3, fokusnya adalah keselamatan dan kesehatan kerja, lengkap dengan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari persyaratan-persyaratan yang terkandung dalam OHSAS-18001. Ada 24 tahapan penerapan mengenai sistem manajemen OHSAS-18001 :

1.      Membuat kebijakan K3
Tiga komitmen yang harus ada dalam kebijakan K3 dalam OHSAS-18001 adalah komitmen untuk mencegah cidera dan gangguan kesehatan, peningkatan berkelanjutan dan mencapai kesesuaian dengan persyaratan yang berlaku terkait K3. Tentu, kebijakan harus sesuai dengan sifat dan skala resiko keselamatan dan kesehatan kerja di organisasi yang tentu berbeda-beda. 
2.      Membentuk team
Ada banyak pekerjaan dalam pengembangan sistem manajemen keselamatan yang perlu dilakukan bersama-sama. Misalnya, dalam mengidentifikasi proses-proses yang dilakukan organisasi, dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi resiko bahaya, menentukan pengendalian dan sebagainya. Aktifitas-aktifitas tersebut membutuhkan pengetahuan dan pertimbangan dari beberapa pihak. Itulah perlunya team. Anggota team paling tidak merepresentasikan semua fungsi dalam organisasi, perwakilan pihak manajemen dan juga perwakilan dari karyawan . Baik sekali bila juga melibatkan serikat pekerja. 
3.      Pelatihan dasar
Pelatihan dasar perlu diberikan pada team untuk membekali mereka dalam tugas-tugas selanjutnya terkait pengembangan sistem manajemen K3. Paling tidak, team harus dibekali dengan pemahaman yang baik tentang persyaratan-persyaratan yang terkandung dalam OHSAS-18001, metoda-metoda dalam identifikasi dan penilaian resiko bahaya, aspek-aspek keselamatan yang relevan dengan aktifitas organisasi. 
4.      Mengidentifikasi dan menilai resiko bahaya
Bahaya keselamatan bisa datang dari berbagai aktifitas yang dilakukan organisasi, penggunaan peralatan, ataupun elemen-elemen yang datang dari luar organisasi. Semuanya harus dinilai untuk menentukan tingkat resikonya terhadap pekerja.
Tahap pertama adalah identifikasi bahaya. Untuk organisasi yang sudah menerapkan ISO-9001 dan/atau 14001, akan lebih mudah bila identifikasi bahaya dilakukan dengan melihat proses-proses yang dilakukan. Ini tentunya ada dalam manual mutu. Hanya langkah awal, untuk selanjutnya akan ada pengembangan-pengembangan karena biasanya tidak semua proses dalam organisasi dicantumkan dalam manual mutu. Selanjutnya, masih dalam tahap identifikasi bahaya, perlu dilakukan penggalian secara lebih mendalam dari proses-proses, bisa dengan aktifitas semacam safety tour, melihat proses dari dekat: alat yang digunakan, bagaimana melakukan, dalam kondisi apa dilakukan dan sebagainya. Selain itu, perlu juga dilihat catatan-catatan kecelakaan yang pernah terjadi, catatan-catatan nyaris celaka (near miss) dan masukan-masukan dari karyawan terkait.
Tahap kedua, setelah berbagai bahaya teridentifikasi, dilakukan penilaian resiko dari setiap bahaya. Cara yang paling sederhana adalah memberi skala kuantitatif untuk 2 parameter: tingkat bahaya (severity): dari 'tidak mengakibatkan apa-apa' sampai 'mengancam hilangnya nyawa' dan tingkat kemungkinan (probability): dari 'tidak mungkin terjadi' sampai 'hampir pasti terjadi'. Kedua parameter tersebut lalu dikalikan untuk membentuk angka resiko. Gambar berikut adalah contoh form untuk penilaian resiko bahaya.
Metoda-metoda lain yang dapat digunakan dalam menilai resiko suatu bahaya:
  • What-if Analysis
  • HAZOP (Hazard and Operability Study)
  • FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
  • FTA (Fault Tree Analysis)
  • ETA (Event Tree Analysis
  • dan sebagainya.
5.      Menetapkan pengendalian operasional.
Setelah mengetahui tingkat resiko dari setiap bahaya yang teridentifikasi, selanjutnya adalah menetapkan bagaimana cara pengendalian resiko.Tentu, prioritas harus diberikan kepada bahaya dengan tingkat resiko tinggi. Itulah gunalah penilaian resiko: menentukan prioritas. Sejauh memungkinkan, cara pengendalian yang harus dipilih adalah menghilangkan resiko. Pilihan terakhir adalah penggunaan peralatan-peralatan pengaman. Perlu diingat bahwa pilihan 'menghilangkan resiko' selalu terkait dengan perubahan suatu aktifitas, entah cara kerja, entah disain mesin / peralatan, entah material. Pilihan ini tentu wajib melibatkan pihak-pihak yang berkompeten dalam perancangan proses.
6.      Menetapkan dan menerapkan prosedur untuk mengidentifikasi persyaratan-persyaratan K3
Pertama organisasi harus menentukan cara bagaimana mengakses/memperolah persyaratan-persyaratan legal terkait K3. Kedua organisasi harus memilah mana persyaratan-persyaratan yang harus diberlakukan. Ada puluhan persyaratan K3 yang dikeluarkan pemerintah, dari yang bersifat umum untuk semua organisasi sampai yang membahas suatu pekerjaan dan hal-hal yang spesifik yang relevan hanya bila organisasi mempunyai suatu aktifitas tertentu saja.
7.      Menetapkan sasaran dan program
Dasar dari penetapan sasaran adalah persyaratan-persyaratan K3 yang berlaku dan tingkat resiko dari bahaya yang ada.  Sasaran kinerja bisa terkait lagging  indicator (hasil akhir yang ingin dicapai) seperti penurunan tingkat kecelakaan karena bahan kimia, penurunan tingkat kecelakaan dalam proses produksi, Penurunan tingkat kecelakaan terkait listrik dan sebagainya, bisa juga terkait leading indicator, yaitu apa yang membuat suatu lagging indicator menurun seperti peningkatan kompetensi K3 karyawan, kesesuaian pemeliharaan peralatan listrik dengan jadwal dan sebagainya.
Program adalah rencana kerja untuk mencapai sasaran mencakup apa harus dilakukan, siapa yang melakukan, kapan harus dilakukan dan diselesaikan. Program harus ditinjau secara berkala. 
8.     Menyediakan infrastruktur dan teknologi yang diperlukan untuk penerapan sistem manajemen K3.
Fokus tentu saja harus diberikan pada sumber daya yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan, berdasarkan tingkat resiko bahaya yang ada.
Masalah keselamatan adalah tanggung jawab semua pihak. Top level management memberikan komitem dan sumber daya, tetapi yang menjalan sistem adalah karyawan di semua tingkatan. Tanggung jawab dan wewenang diperlukan agar setiap fungsi memahami dengan jelas apa yang menjadi tanggung jawabnya terkait dengan K3.
Contoh tanggung jawab terkait K3:
Manager :

  • Mengorganisasikan pekerjaan di departemennya dan menjamin pekerjaan dilakukan dengan cara yang aman
  • Berkonsultasi dengan karyawan terkait masalah-masalah K3
  • Memeriksa dan menyetujui aturan-aturan terkait K3
  • Merencanakan peralatan yang dibutuhkan untuk menjamin keselamatan kerja
  • Menjadi anggota dalam komite K3
  • Memimpin dengan memberi contoh

9.      Menunjuk Management Representative
Tugas utama MR dalam sistem manajemen K3 sama saja dengan MR di sistem manajemen mutu maupun lingkungan: menjamin sistem diterapkan dan diperlihara dan melaporkan kinerja sistem kepada pihak menajemen. Tambahan yang menarik dalam OHSAS-18001 adalah bahwa identifitas dari MR ini harus tersedia bagi semua orang yang berkerja dibawah kontrol organisasi. Tentu persyaratan ini ada maksudnya, misalnya: Bila ada suatu masalah mendesak dan keterlibatan seseorang yang dapat mengambil suatu keputusan, maka setiap orang tahu siapa orang yang harus dihubungi. 
10.  Mengembangkan kompetensi yang diperlukan personil, baik lewat pelatihan ataupun cara lain
Kompetensi apa yang dibutuhkan?

  •  Pengetahuan dasar tentang sistem manajemen K3, khususnya untuk team yang merancang sistem.
  • Pengetahuan dan skill untuk mengidentifikasi dan menilai resiko dari bahaya, untuk team yang bertanggung jawab untuk melakukan pekerjaan ini.
  • Pengetahuan tentang aspek-aspek keselamatan yang spesifik yang sesuai dengan aktifitas yang ada dalam organisasi. Misalanya, aktifitas yang melibatkan bahan-bahan berbahaya dan beracun, aktifitas transportasi, aktifitas di ketinggian (umumnya untuk organisasi jasa konstruksi) dan banyak lagi lainnya aktifitas yang spesifik.
  • Pengetahuan dan skill untuk melakukan pekerjaan yang mempunyai resiko bahaya, sesuai dengan prosedur atau kontrol operasional yang ditetapkan, untuk personil yang melakukan pekerjaan tersebut.
  • Pengetahuan dan skill untuk penanggulangan kondisi darurat
  • Pengetahuan tentang persyaratan-persyaratan K3 yang berlaku, untuk satu atau beberapa orang yang bertanggung jawab untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan-persyaratan tersebut.

11.  Menetapkan dan menerapkan prosedur untuk mengembangkan kesadaran K3
Persyaratan ini similar dengan ISO-14001 (terkait prosedur pengembangan kesadaran lingkungan). Dalam ISO-9001 juga ada persyaratan demikian tetapi tidak mencantumkan kebutuhan adanya prosedur.
Membangun kesadaran selalu penting tapi bukanlah pekerjaan yang mudah. Membangun kesadaran berarti merubah apa yang ada dalam kepala orang. Tadinya orang percaya bahwa A adalah benar, kita ingin agar kepercayaannya berubah: B lah yang benar. Atau, tadinya orang tidak terlalu percaya bahwa B adalah penting, kita ingin mereka percaya bahwa B benar-benar penting. Kepercayaan atau belief inilah yang akhirnya akan melahirkan kecenderungan perilaku.
           Bukanlah pekerjaan yang mudah untuk membangun kesadaran dan sebetulnya tidak dapat dicakup dalam sebuah prosedur. Yang bisa dilakukan oleh organisasi adalah menentukan berbagai upaya yang dapat menstimulir berkembangnya kesadaran tentang pentingnya K3. Poster, penyebaran informasi perlu untuk 'mengenalkan' dan mengingatkan. Pelatihan dan briefing-briefing perlu sebagai alat rational persuation. Keterlibatan karyawan dalam beberapa bagian pekerjaan perencanaan aturan juga perlu untuk membangkitkan rasa tanggung jawab yang muncul dari dalam diri sendiri. Dan yang tidak kalah penting, adalah keteladanan. Sangat tidak mungkin bila, misalnya, seorang manajer ingin membangun kepercayaan karyawan akan pentingnya K3 sementara dia sendiri tidak menganggapnya penting.
12.  Menetapkan dan menerapkan prosedur komunikasi internal dan eksternal terkait K3
Persyaratan ini similar dengan apa yang ada dalam ISO-14001. Organisasi harus menentukan cara-cara untuk mengkomunikasikan hal-hal terkait K3 ke internal organisasi. Misalnya, penggunaan bulletion board, atau newsletter untuk menyebarkan informasi tentang kinerja sistem manajemen K3. Komunikasi dengan pihak eksternal terkait K3 juga perlu diatur. Misalnya, siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana menginformasikan aturan-aturan terkait K3 kepada kontraktor, siapa yang mewakili organisasi untuk berhubungan dengan instansi terkait K3, bagaimana melibatkan masyarakat sekitar dalam penanganan kondisi darurat.
13.  Menetapkan prosedur untuk mengembangkan keterlibatan karyawan dan konsultasi
Disini saya sengaja mengatakan hanya menetapkan, tanpa tambahan menerapkan karena sesunggunhyna prosedur ini adalah prosedur yang berisi aturan tambahan untuk prosedur yang lain: Identifikasi dan penialaian resiko bahaya, perencanaan kontrol, perencanaan tanggap darurat dan lain-lain yang merupakan proses-proses inti dari sistem manajemen K3. Dalam prosedur ini harus disebutkan bagaimana keterlibatan karyawan dibangun. Misalnya, apakah dalam aktifitas-aktifitas tersebut diatas setiap karyawan yang terlibat langsung dengan pekerjaan yang mempunyai potensi bahaya diikutsertakan dalam pembahasan (direct involvment), ataukah hanya perwakilannya saja yang diundang (idirect involvement), apa peranan dari serikat kerja harus ditentukan dan sebagainya.
Terkait konsultasi, intinya adalah pihak manajemen perlu berkonsultasi dengan pihak-pihak karyawan dalam mengambil keputusan-keputusan penting terkait K3. Tentu yang dimaksud konsultasi disini adalah pertukaran pandangan dan pertukaran gagasan.
Mengapa OHSAS-18001 memunculkan persyaratan semacam ini? Jawaban yang sederhana adalah karena pihak manajemen cenderung berpikir apa yang baik bagi bisnis sedang karyawan di pihak lain memikirkan dalam tingkat yang lebih banyak aspek-aspek keselamatan dan kesehatan mereka dalam melakukan suatu pekerjaan. Persyaratan tentang keterlibatan dan konsultasi dimaksudkan agar kedua pihak saling memahami kedua kecenderungan tersebut.
14.  Penyusunan manual K3.
Sebetulnya OHSAS-18001 tidak secara eksplisit mensyaratkan adanya manual tetapi dokumen ini dapat digunakan untuk memuat kebijakan K3, lingkup sistem manajemen K3 dan juga elemen-elemen inti yang terdapat dalam sistem serta acuannya ke dokuman-dokumen lain.
15.  Menetapkan dan menerapkan prosedur pengendalian dokumen
Ini tentu mudah untuk organisasi yang sudah menerapkan ISO-9001 atau standar sistem manajemen lainnya. Yang diperlukan hanyalah merubah lingkup prosedur pengendalian dokumen yang sudah ada sehingga mencakup pula dokumen-dokumen yang diperlukan dalam sistem manajemen K3.
16.  Menetapkan dan menerapkan prosedur untuk mengidentifikasi keadaan darurat.
           Proses ini adalah kelanjutan dari proses identifikasi dan penilaian resiko bahaya. Bahaya apa saja yang dianggap beresiko dan dapat menimbulkan kondisi darurat? Dalam mengidentifikasi ini, organisasi juga perlu melihat kondisi yang pernah terjadi dan juga pengalaman-pengalaman dari organisasi yang similar. Kondisi darurat apa yang pernah mereka alami yang dapat diambil pelajaran.
17.  Menetapkan dan menguji secara berkala prosedur-prosedur tanggap darurat.
            Setelah organisasi mengidentifikasi kondisi darurat apa saya yang mungkin terjadi, selanjutnya adalah merancang rencana tanggap darurat. Siapa harus melakukan apa pada saat kondisi darurat terjadi dan bagaimana melakukannya. Prosedur ini harus disimulasikan secara berkala untuk memelihara kesiapan setiap personil dalam menghadapi kondisi darurat sekaligus ntuk menguji apakah prosedur dapat berjalan dengan baik atau tidak, apakah prosedur perlu diperbaiki atau tidak, apakah perlu adanya perubahan dalam pengaturan peralatan yang diperlukan atau tidak dan sebagainya.
18.  Menetapkan dan menerapkan prosedur pemantauan dan pengukuran kinerja K3.
What you can't measure can't be improved. Itu kata pepatah mutu. Berlaku juga tentunya untuk masalah keselamatan. Organisasi perlu menetapkan apa saja yang diukur, seberapa sering dan bagaimana cara mengukurnya. Apa yang diukur bisa bersifat quantitatif, bisa juga qualitatif. Quantitatif misalnya, jumlah kecelakaan yang terjadi, termasuk near miss, parameter-parameter seperti tingkat kebisingan, getaran, jumlah pemakaian bahan berbahaya (bila ditentukan untuk diturunkan) dan sebagainya. Qualitatif misalnya penggunaan checklist-checklist untuk pemeriksaan kesesuaian dengan aturan K3, kepatuhan karyawan dalam penggunaan peralatan keselamatan dan sebagainya.
Bila organisasi menggunakan peralatan tertentu (misalnya mempunyai alat sendiri untuk mengukur tingkat kebisingan atau peralatan untuk mengukur suatu parameter variable yang mempengaruhi keselamatan), organisasi harus mengkalibrasi dan memelihara alat tersebut untuk menjamin kemampuannya dalam mengukur. Ini bisa dimasukkan dalam prosedur kalibrasi yang biasanya sudah ada dalam sistem manajemen mutu.
19.  Menetapkan dan menerapkan prosedur untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan-persyaratan terkait K3
Persyaratan ini similar dengan persyaratan untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan lingkungan dalam ISO-14001. Tentu, acuan dalam OHSAS-18001 adalah persyaratan dan perundangan terkait K3.
20.  Menetapkan dan menerapkan prosedur untuk investigasi insiden
Kecelakaan kerja harus dihindari. Kalaupun terjadi, kecelakaan harus dijadikan pelajaran yang berharga untuk mengidentifikasi peluang perbaikan.
Apa yang harus diatur dalam investagsi insiden? Beberapa contoh: Siapa yang melakukan investigasi, siapa yang harus diikut sertakan, informasi apa yang harus dikumpulkan (siapa yang menjadi korban, dimana, bagaimana terjadinya kecelakaan, kondisi site sebelum terjadinya kecelakaan), bagaimana mengumpulkan informasi tersebut, prosedur apa yang sudah ada, bagaimana pelaporan harus dilakukan dan sebagainya. Intinya, pengaturan investigasi kecelakaan dibuat agar investigasi kecelakaan dilakukan secara sistematis dan dapat menjadi masukan yang berguna bagi perbaikan sistem.
21.  Menetapkan prosedur tindakan koreksi dan pencegahan
Tahapan yang diperlukan dalam tindakan koreksi dan pencegahan sama saja, apapun masalahnya, baik terkait mutu, lingkungan ataupun K3. Yang berbeda tentunya adalah kejadian-kejadian yang men-trigger diperlukannya tindakan koreksi dan pencegahan: Tahap identifikasi non-conformities. Prosedur ini dapat disatukan dengan prosedur yang sudah ada dalam sistem manajemen mutu, dengan pengubahan lingkup dan penambahan dalam tahap identifikasi masalah. Dalam tindakan koreksi terkait 'nonconformities' di sistem manajemen K3, salah satu identifikasi masalah adalah terkait dengan proses investigasi kecelakaan.
22.  Menetapkan dan menerapkan prosedur pengendalian catatan
Prosedur yang dibutuhkan sama saja dengan prosedur pengendalian catatan dalam ISO-9001. Organisasi hanya perlu menambah lingkup dari prosedur sehingga juga mencakup catatan-catatan terkait sistem manajemen K3.
23.  Menetapkan dan menerapkan prosedur audit internal K3
Prinsip-prinsip audit dalam OHSAS-18001 sama dengan ISO-9001 maupun ISO-14001. Organisasi tak perlu lagi membuat prosedur baru, cukup memperluas lingkup dari prosedur yang sudah ada.
24.  Melakukan tinjauan manajemen
Tinjauan manajemen dilakukan agar pihak manajemen mengetahui perkembangan dalam sistem manajemen K3 yang telah dibangun. Pihak manajemen harus tahu hasil audit yang telah dilakukan, kinerja sistem, kecelakaan-kecelakaan yang terjadi dan sebagainya. Persyaratan tentang tinjauan manajemen juga similar dengan persyaratan dengan judul yang sama dalam ISO-9001 dan ISO-14001. Yang menarik dalam OHSAS-18001 adalah bahwa pihak manajemen juga harus mengetahui bukti-bukti hasil dari partisipasi dan konsultasi. Ini semacam penegasan bahwa partisipasi dan konsultasi (pertukaran ide dan gagasan antar karyawan dan pihak manajemen) penting sekali dalam penerapan sistem manajemen K3.

No comments:

Post a Comment